Kamis, 09 September 2010

Ada Dua Kesalahan Dalam Merayakan Idul Fitri

Ada dua hal yang penulis ingin sampaikan melalui tulisan ini yaitu kesalahan dalam memahami atau merayakan Idul Fitri, yaitu :
1. Takbiran Dimalam Hari Raya Idul Fitri
Sudah menjadi kebiasan bagi kaum muslimin khususnya di Indonesia merayakan malam idul fitri dengan takbiran, padahal takbiran di malam idul fitri tidak dijumpai satu hadits pun bahkan dalam kitab-kitab tafsir atau fiqh yang menjelaskan adanya takbiran di waktu malam idul fitri tetapi yang bisa kita temukan dalam kitab-kitab hadits, kitab tafsir dan juga kitab-kitab fiqh bahwa takbiran idul fitri itu dikomandankan pada saat kaum muslimin hendak berangkat menuju tempat shalat. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitab Sunan al-Kubra dari Ibnu umar bahwa mereka mengomandankan takbiran pada saat mereka berangkat menuju tempat shalat id. Inilah sunnah yang diamalakan oleh para sahabat Nabi SAW. Selain itu ada kebiasaan yang lebih menghebohkan yaitu bertakbiran sambil dangdutan disertai dengan joget-jogetan, dengan dimikian ini adalah mencampuri antara haq dan batil. Ucapan takbiran itu adalah ucapan yang haq sedangkan dangdutan dan joget-jogetan adalah kemungkaran yang amat batil. Oleh karena itu takbiran disertai dengan dangdutan tidak pernah dikerjakan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW.
2. Ucapan Tahniyah
Yang dimaksud dengan ucapan tahniyah adalah ucapan yang diucapkan setelah idul fitri. Adapun ucapan yang diajarkan oleh para sahabat Nabi SAW adalah "Taqobballohu Minna wa Minkum". Adapun ucapan minal aidin wal Faiziin tidak pernah diucapkan oleh para sahabat Nabi SAW dan juga tidak diajarkan oleh para ulama kita, misalnya Imam Malik, Imam Syafii, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, mereka tidak mengajarkan kalimat tersebut. Oleh karena itu sebaik-baik ucapan adalah "Taqobballohu Minna wa Minkum.
Selain itu ada juga kesalahan yang lain yaitu memahami bahwa minta maaf itu hanya dikhususkan pada saat idul fitri, bila dimikian maka bertentangan dengan hadits dari Aiyub bahwa Rasulallah bersabda tidak dihalalkan bagi seorang muslim memboikot/ saudara muslim yang lain selama 3 hari -3 malam. Berdasarkan hadits ini, bila kita mempunyai satu kesalahan sesama muslim yang lain maka kita harus cepat-cepat minta maaf dan kita di batas selama 3 hari, berarti lebih dari 3 hari tidak dibenarkan memboikot saudaranya apala lagi 1 tahun.

Rabu, 14 Juli 2010

Penentuan Ulang Arah Kiblat

Salah satu syarat shalat adalah menghadap ke arah kiblat. Dalam hal ini para ulama telah sepakat bahwa orang yang mengerjakan shalat itu wajib untuk menghadap ke arah kiblat, yakni di Masjidil Haram. Hal ini didasarkan atas:
1. Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat 144:
Fawalli wajhaka syathra 'lmasjidi 'lharaami. Wa haytsumaa kuntum fawalluu wujuuhakum syathrahuu.
Artinya:
Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana pun kamu berada hadapkanlah mukamu ke arahnya!
2. Hadits:
Diterima dari Barra', katanya:
Shallainaa ma'a lnnabiyya shalla Allahu 'Alaihi wa Sallama sittata 'asyara syahran wa sab'ata 'asyara syahran nahwa baiti lmaqdis tsumma shuri fnaa nahwa lka'bati.
Artinya:
Kami shalat bersama Nabi SAW 16 atau 17 bulan menghadap ke Baitul Maqdis, kemudian dilihkan ke arah Ka'bah (Hadits Riwayat Muslim).

Dengan dasar tersebut, maka menentukan arah kiblat menjadi sangat penting. Dalam perkembangannya bahwa arah kiblat ini telah mengalami pergeseran seiring terjadinya pergerakan lempeng lithosfer Bumi. Menurut para ahli Geologi (dalam Bagja Waluya, 2007:45) kecepatan gerak lempeng lithosfer rata-rata 10cm/tahun atau 100km/10juta tahun.

Bertolak dari fenomena tersebut maka berbagai pihak berupaya melakukan penentuan ulang arah Kiblat ini. Menurut LAPAN, untuk menentukan arah kiblat ini bisa berpedoman pada arah bayang-bayang suatu benda yang dihadapkan ke arah Matahari pada waktu-waktu tertentu. Sebelumya LAPAN telah melakukannya pada bulan Mei lalu. Sedang untuk bulan Juli ini, menurut LAPAN penetuan ulang arah kiblat dapat dilakukan pada tanggal 15 Juli 2010 pada pukul 16.27'. Arah bayang-bayang benda tertentu, misalnya tiang/tongkat yang dihadapkan ke Matahari, maka itulah arah kiblatnya.

Sekedar diketahui, sebelumnya, tepatnya akhir Januari 2010 lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyuwangi telah melakukan kegiatan serupa dan menghimbau pada masyarakat, utamanya para ta'mir masjid untuk melakukan kegiatan tersebut. Dalam penjelasannya, jika masyarakat dan/atau ta'mir masjid mengalami kesulitan diharapkan dapat menghubungi MUI Kabupaten Banyuwangi. MUI Kabupaten Banyuwangi siap membantu, tegasnya ketika itu.

Senin, 10 Mei 2010

Petuah Paman

Salah seorang paman, tepatnya adik misan bapak saya beberapa waktu yang lalu tiba-tiba berkirim sms kepada saya. Isinya demikian, "yang singkat itu 'waktu', yang dekat itu 'mati'. Yang besar itu 'nafsu', yang berat itu 'amanah'. Yang sulit itu'ikhlas', yang mudah itu 'berbuat dosa'. Yang abadi itu 'amal shalih". Ketika saya bersilatur rahmi ke rumah salah seorang sahabat, hal itu saya ceritakan kepadanya. Lalu sahabat saya tadi beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke dalam kamar. Sesaat kemudian sahabat saya tadi keluar sambil membawa telepon seluler sambil membaca hal yang sama dengan isi sms yang saya terima. Kemudian saya bertanya, "sampean dapat sms serupa dari mana?" Sahabat saya menjawab singkat, "dari penasehat spiritual saya".

Sekilas kata-kata tersebut memang sederhana, namun bila kita cermati akan terasa menyentuh kalbu. Penuh makna dan akan membawa diri ini menjadi insan yang qana'ah, serta membawa diri untuk selalu mendekatkan di kepada Allah. Selalu bertaqwa kepada Allah SWT. Betapa tidak, kita sering mempermainkan waktu. Kita sering membuang-buang waktu yang kurang, bahkan tidak bermanfaat. Kita sering asyik dengan hal tersebut, hingga tidak terasa waktu telah berlalu sekian detik, sekian menit, sekian jam, sekian hari, sekian minggu, sekian bulan, atau bahkan sekian tahun. Kita baru menyadarinya setelah itu. Tahu-tahu kita sudah berada di waktu yang lain dengan segala konsekuensinya. Bahkan mungkin umur kita sudah berubah. Pastinya umur kita akan berubah menjadi tua. Waktu yang telah kita lampaui tidak bisa terulang kembali. Di lain pihak, kita sering tergesa-gesa untuk meninggalkan waktu ketika melakukan aktifitas yang sebenarnya bermanfaat, atau bahkan untuk beribadah. Terjadi ketidakseimbangan pemanfaatan waktu. Waktu untuk ibadah dan juga untuk akfitas positif sering hanya singkat-singkat saja. Padahal Allah SWT telah mengingatkan kita dalam Al Qur'an Surat Al Ashr yang isinya sebagai berikut:
"Wa 'l ashri (1) Inna 'l insaana lafii khusrin (2) Illa 'lladziina 'aamanuu wa 'amilu shshaalihaati wa tawaashaw bi'lhaqqi wa tawaashaw bi shshabri (3)"

Artinya:
(1) Demi masa (waktu) (2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian (3) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(Bersambung).


Sabtu, 27 Maret 2010

RAHASIA HATI

Pengantar:

Tulisan yang berjudul tersebut di atas merupakan sumbangan dari rekan guru Pendidikan Agama Islam, Drs. Supriadi yang aslinya berupa teks khutbah Jum’ah. Sebelum di-posting-kan, tulisan ini diadakan beberapa perubahan, namun tidak mengurangi kerangka dasar, makna, dan pesan yang terkandung di dalamnya. Hanya dalam penulisan ayat-ayat Al Qur’an copy-an dari tulisan aslinya berubah menjadi symbol-simbol. Ma’af, saya tidak bisa mengembalikan teks asli ayat-ayat Al Qur’an tersebut ke dalam tulisan Arab karena saya belum memiliki perangkat lunak untuk penulisan dengan menggunakan huruf Arab. Karena itu saya terpaksa menggantikannya dengan tulisan Latin. Mudah-mudahan hal tersebut tidak mengubah maknanya. Dan apabila ada kesalahan, mudah-mudahan Allah SWT mengampuninya. Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfa’at bagi kita. Semoga Allah memberikan hidayah bagi kita hingga kita menjadi ummat yang ta’at dan muaranya kita menjadi ummat yang selamat fii dunya wal akhirah.


Assalamu’alaikum wr wb.

Salah satu organ tubuh kita yang sangat penting/fital dan mempengaruhi baik atau buruknya seseorang serta mempengaruhi selamat dan tidaknya seseorang di dunia dan di akhirat adalah qalb (hati).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim, menerangkan bahwa Nabi s.a.w. bersabda :

اَلاَ وَاِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً اِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ اَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

Artinya:

“Ingatlah bahwa dalam tubuh seseorang itu ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya, dan jika rusak maka rusaklah jasad seluruhnya. Ingatlah segumpal daging itu adalah hati”.

Kita diberi hati oleh Allah ini tujuannya adalah agar kita pandai bersyukur, Allah berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat 78:

“Wa Llaahu akhrajakum mmin buthuuni ummahaatikum laa ta’lamuunasyay’an wwa ja’alna lakumu ssam’a wal abshaara wal af’idata la’allakum tasykuruuna”.

Artinya:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.

Allah telah mengistimewakan hati dengan berbagai kelebihan yang melimpah dan kemampuan yang menakjubkan. Di sinilah hati sebagai sumber kerusakan atau sumber kebaikan. Apabila seseorang beriman dengan iman yang benar dan iman itu telah memenuhi hatinya, maka Allah akan memberikan petunjuk (hidayah) kepadanya. Hal ini difirmankan oleh Allah dalam QS. At-Taghabun ayat 11:

….. Wa man yyu’min billaahi yahdi qalbahuu. Wa Llaahu bikulli syay'in ‘aliimun.

Artinya:

….. “Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.

Setiap kita ingin mendapat hidayah Allah, ingin kasih sayang dan pengampunan dari Allah, ingin selamat dunia sampai akhirat, ingin mendapat ridha Allah. Tetapi sayang banyak saudara kita yang melupapan urusan iman. Tidak merawatnya secara sungguh-sungguh, bahkan membiarkan imannya merana, sampai dirinya dikuasai oleh hawa nafsu. Dampak negatifnya, Allah tidak berkenan memberi hidayah kepadanya. Hal ini dapat dilihat dari amal perbuatan sehari-hari yang selalu diwarnai dengan kemaksiatan, kedurhakaan, kezhaliman, kemungkaran dan lain-lain. Perbuatan semacam ini menyebabkan hatinya tertutup, tidak mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang hak dan mana yang bathil, mana yang menyebabkan ridha Allah dan mana yang menyebabkan murka Allah. Apabila dibacakan ayat Al-Qur’an sebagai dalil atau dasar dalam pengambilan hokum, mereka dengan mudah menolaknya dengan berbagai dalih. Allah berfirman dalam QS Al-Muthaffifin ayat 13—14:

Idzaa tutlaa ‘alaihi aayaatunaa qaala asaathiirul awwaliina. (13)

Kallaa bal raana ‘alaa quluubihim mmaa kaanuu yaksibuuna. (14)

Artinya:

(13)“Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: ‘itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu”.

(14) “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”.

Hati kita itu memang sangat unik. Sebagai tempat keyakinan, ia menerima atau menolak kebenaran bukan hanya di lisan tetapi di hati. Pernah Nabiyullah Ibrahim a.s. memohon kepada Allah agar diberi tahu bagaimana cara Allah menghidupkan orang mati di akhirat nanti. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menentramkan hati. Firmankan Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 260:

Wa idz qaala Ibraahiimu rabbi arinii kayfa tuhyil mawta qaala awalam tu’min. Qaala balaa wa laakin lliyathmainna qalbii. Qaala fakhudz arba’atan mmina ththayri fashurhuunna ilayka tsumma j’al ‘alaa kulli jabalin mminhunna juz’an tsummad ‘uhunna ya’tiinaka sa’yan wa lam anna Llaaha ‘aziizun hakiimun.

Artinya:

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati. Allah berfirman: ‘Belum yakinkah kamu’? Ibrahim menjawab: ‘Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)’. Allah berfirman: ‘(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, Kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Setelah Nabi Ibrahim melihatnya dengan nyata dan meyakini dalam hati, keimanannya bertambah dan hatinya menjadi tenang, sehingga tidak ada lagi keragu-raguan. Dalam dirinya yang ada adalah mantapnya iman, tertanam di dalam dada.

Hati anak Adam berada dalam kekuasaan Allah SWT. Allah-lah yang membolak-balik hati anak Adam menurut kehendakNya, sehingga hati kita terkadang mantap dalam keimanan dan terkadang hati kita lemah dan kurang bersemangat dalam ketaatan. Terkadang hati kita gelisah dan terkadang tenang, pasrah dan penuh tawakkal kepada Allah. Mengingat hal tersebut, maka Nabi s.a.w. mengajarkan sebuah do’a kepada kita :

يَا مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِ عَلَى طَاعَتِكَ

Artinya:

“Ya Allah yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam ketaatan kepadaMu”.

Banyak ummat manusia di alam dunia ini yang disibukkan mencari harta, sibuk merawat anak, sampai ia lupa kenikmatan pemberian Allah yang berupa hati. Banyak yang sukses dalam urusan harta, banyak yang sukses dalam menyekolahkan anak, tapi tidak sukses dalam membersihkan hati. Bagi kita ummat Islam harus berusaha secara maksimal agar sukses dalam urusan harta, sukses dalam urusan anak, dan sukses dalam mesucikan hati. Di alam akhirat nanti harta dan anak tidak dapat menyelamatkan diri dan tidak berguna bagi diri manusia. Sesuatu yang menyebabkan manusia memperoleh kedudukan mulia d isisi Allah adalah hati yang bersih, hati yang suci. Allah SWT. berfirman dalam Q.S. Asy-Syu’ara’ ayat 88—89:

Yawma laa yanfa’u maalun wwa laa banuuna (88)

Illaa man ata Llaaha biqalbin saliimin. (89)

Artinya:

88. “(Banyak orang-orang yang dihinakan oleh Allah di akhirat, pen) di hari itu harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna”,

89. “kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.

Allah SWT membekali kita dengan pendengaran, penglihatan, dan hati ini agar jangan ada di antara kita yang taqlid buta. Hal ini diperingatkan oleh Allah dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 36:

Artinya:

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.

Marilah kita menyadari adanya suatu hari yang di waktu itu setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Perkasa, dan sangat cepat hisabNya. Berbahagialah bagi orang yang bersungguh-sungguh mengisi hatinya dengan ketaqwaan sampai membuahkan amal shalih yang diterima oleh Allah. Dan sebaliknya merugi dan menyesal bagi orang yang selalu mengotori hatinya dengan sifat-sifat tercela, hingga sampai akhir hayatnya belum bertaubat.

Semoga Allah SWT menetapkan hati kita dalam ketaatan, semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam kebenaran sampai akhir hayat kita, dan semoga Allah memjadikan akhir kehidupan kita khusnul khatimah. Amiin.

اَقُوْلُ قَوْلِ هَذَا فَاسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ , وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِي عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ .

وَقُلْ رَبِّغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ .

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Senin, 01 Februari 2010

Menyambut Tahun baru 1431H/2010M dengan Taubat dan Semangat Mencari Ridha Allah

Lembaran baru tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010 Masehi bersamaan dengan tanggal 15 Muharram 1431 Hijriah. Awal tahun 2010 itu bertepatan dengan hari Jum’at, hari kelima dalam urutan hari menurut kalender Islam yang juga merupakan hari raya kecil buat ummat Islam. Ya, memang Islam mengenal tiga hari raya. Tiga hari raya itu adalah hari raya Idul Fitri, hari Raya Idul Adha/Qurban/hari raya Hajji, dan hari raya kecil setiap hari Jum’at. Lantaran itu setiap muslim laki-laki yang telah akil baligh wajib mendatangi shalat Jum’at di masjid dan meninggalkan perniagan (dilarang melakukan jual—beli). Saya sebagai ummat Islam melaksanan shalat Jum’at di masjid Assalam. Ketika itu yang bertindak sebagai khatib dan imam adalah Drs. Supriadi, seorang rekan guru yang juga da’i dan pemilik pondok pesantren Miftahul Jannah. Judul khutbah Jum’atnya “Menyambut Tahun Baru 1431/2010M dengan Taubat dan Semangat Mencari Ridha Allah”. Senyampang masih dalam koridor awal tahun baru, maka isi khutbah Jum’at ini baik kita cermati dan ditindaklanjuti. Apalagi saya khususnya, merupakan insan yang banyak sekali berlumuran dosa. Belum bisa menjadi muslim yang kaffah, belum sepenuhnya ber-fastaqul khairat dan ber-amar ma’ruf nahi munkar. Semoga Allah memberi hidayah-Nya kepada kita semua hingga menjadi ummat Islam yang paripurna.

Saya sebelumnya mohon maaf sebab dalam paparan berikut terpaksa tidak bisa mencantumkan isi kutipan Al Qur’an dalam bahasa dan tulisan aslinya, seperti yang dituliskan oleh sang khatib. Hal ini terjadi lantaran keterbatasan yang ada.

Berikut ini isi khutbah Jum’at tersebut:


Menyambut Tahun Baru 1431H/2010M

dengan Taubat dan Semangat

Mencari Ridha Allah


Saudara Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.

Tahun 1430 Hijriah dan tahun 2009 Masehi sudah kita tinggalkan. Ini berarti kesempatan hidup kita sudah berkurang satu tahun, padahal kita tidak mengetahui berapa lamanya kita diberi kesempatan untuk tinggal di alam dunia ini.

Berbahagialah bagi orang yang menghabiskan waktu di dunia ini dengan keimanan dan ketakwaan dan sebaliknya merugilah bagi orang yang mengisi hidupnya dengan kemaksiatan dan kedurhakaan. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an (Q.S.) Asy-Syam:9—10 yang artinya:

9. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa

itu,

10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.

Saudara Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.

Kita perlu mempersiapkan bekal untuk menghadap kepada Dzat Yang Maha Suci yaitu Allah Rabbul ‘Izzati. Kita menyadari bahwa kita hamba Allah yang lemah, yang selalu membutuhkan pertolongan Allah dalam menghadapi tantangan hidup. Kita tidak bisa lepas dari musuh dalam diri kita yang berupa hawa nafsu dan musuh dari luar berupa manusia, jin, dan syaithan. Disadari atau tidak kita sering berbuat salah dan dosa. Kita sering berbuat ma’siat.

Dan kini Allah masih memberi kesempatan bagi kita untuk menghapus dosa dan kesalahan yang selama ini kita lakukan. Kita tidak boleh lengah, kita jangan pesimis dan putus asa. Allah menyuruh kita agar segera bertaubat dengan taubatan nashuha. Allah akan mengampuni dosa kita.

Di tahun baru ini kita koreksi diri kita sendiri secara jujur, setelah kita temukan bertumpuk-tumpuk dosa dan kesalahan, baik yang kita sengaja atau tidak. Baik dosa kepada sesama ummat manusia maupun dosa terhadap Allah Sang Maha pencipta, maka kita harus memutuskan untuk bertaubat.

Pertama: Bertaubat dari perbuatan syirik.

Syirik adalah dosa yang paling besar dan penghalang bagi pelakunya masuk surga. Lantaran perbuatan syirik, masa depan di akhiratnya akan hancur. Kehancuran itu telah digambarkan dalam Q.S. Al-Hajji:31 yang artinya sebagai berikut:

“Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka dia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh”.

Saudara hadirin . . .

Kedua : Bertaubat dari sifat sombong.

Islam adalah agama sempurna yang membimbing ummatnya agar bahagia dunia dan akhirat. Untuk itu Islam mengajarkan agar ummat Islam memiliki sifat tawadhu’ dan rendah hati, tidak sombong. Dalam sebuh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji sawi/debu”.

Kemudian seorang sahabat bertanya, adakalanya sesorang itu suka berpakaian bagus, maka Nabi bersabda:

اِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ : اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Adapun sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan orang lain”.

Saudara hadirin . . .

Ketiga: Bertaubat dari perbuatan dusta.

Kita dilarang berdusta, dan apabila dalam tahun yang sudah kita lalui kita sering berdusta, maka seharusnya kita segera bertaubat. Dengan demikian dosa kita dalam berdusta akan terampuni.

Bagi seseorang yang tidak mau bertaubat dan masih terus-menerus melakukan perbuatan dusta, maka ia menanggung resiko yang sangat besar. Barang siapa yang berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW, maka ketahuilah bahwa Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَالْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya: “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di dalam neraka”.

Saudara hadirin . . .

Keempat: Bertaubat dari perbuatan hasud (dengki).

Hasud atau dengki ini sangat dilarang dalam Islam, sebab dapat menyengsarakan orang lain, dapat menjadikan pelakunya tidak bisa tentram dan selalu gelisah dalam hidupnya. Orang yang dengki tidak rela orang lain memperoleh karunia Allah, tidak rela orang lain medapat kenikmatan, bahkan ingin agar nikmat orang lain itu berpindah pada dirinya. Apabila di antara kita punya dosa semacam ini marilah kita dengan sadar, rendah hati untuk bertaubat dan mohon ampun kepada Allah SWT sebab kalau belum bertaubat sudah dipanggil oleh Allah, bahayanya besar, yaitu amal baiknya akan hapus. Rasulullah SAW bersabda :

اِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأَكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

Artinya: “Berhati-hatilah kamu dari perbuatan hasud atau dengki, sebab dengki itu akan menghapus amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” (H.R. Abu Dawud).

Saudara hadirin . . .

Kelima: Bertaubat dari provokasi.

Provokasi dalam bahasa Jawanya adalah adu-adu, atau adu domba. Provokasi adalah menceritakan keburukan seseorang kepada orang lain supaya mereka membenci atau memusuhinya, disamping itu ia sendiri ingin dianggap berjasa dan mendapat bagian keuntungan. Kita ummat Islam dilarang melakukan provokasi, sebab bagi orang yang tidak hati-hati dalam menerima informasi bila lupa diri, bisa emosi, dan tidak takut kepada Allah. Akibat dari provokasi sering terjadi perpecahan di kalangan ummat, terjadi pertikaian antar suku bangsa, dan terjadilah permusuhan satu dengan lain. Oleh karena itu melalui khutbah Jum’at kali ini, saya mengajak diri sendiri dan saudara sekalian untuk menghindari provokasi. Marilah kita bertaubat kepada Allah dengan taubatan nashuhaa.

Bagi seorang provokator yang belum bertaubat, maka ia pasti menyesal di alam akhirat kelak. Ketauhilah wahai saudaraku bahwa Nabi SAW bersabda dalam sebauh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim sebagai berikut :

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

Artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang berbuat provokasi”.

Saudara hadirin . . .

Di awal Tahun baru 1431 H/Tahun baru 2010 M ini, kita bersihkan dosa dan kesalahan kita dengan bertaubat kepada Allah SWT. Kemudian kita bertekat untuk menghiasi hari demi hari yang akan datang dengan iman dan amal shalih yang di syari’atkan oleh Allah SWT. Kita sadari bahwa bahwa apa yang kita kerjakan setiap saat itu selalu diawasi oleh Allah SWT dan dimintai pertanggungjawabannya. Kita yaqin bahwa Allah tidak lupa tentang sesuatu yang kita kerjakan, walaupun kita sendiri sudah lupa. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ali Imran:99 yang artinya:

“Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan”.

Kita orang Islam yang beriman, telah dijanjikan surga oleh Allah. Kita harus tetap bersemangat untuk mencapainya. Apabila kita menilai diri kita masing-masing, bahwa kita masih banyak kesalahan, masih berbuat melampaui batas, masih berlumuran dosa, maka Allah memanggilnya dengan panggilan kasih sayang-Nya, agar kita tidak berputus asa terhadap rahmat Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Az-Zumar:53 yang artinya sebagai berikut :

“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Saudara hadirin . . .

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga Allah SWT mengampuni dosa dan kesalahan kita selama ini dan memberikan petunjuk serta bimbingan ke jalan yang lurus kepada kita, keluarga dan anak-anak kita, dan ummat Islam di lingkungan kita agar berhasil mengarungi hidup ini untuk meraih bahagian di dunia dan di akhirat. Amiyn.